1.
Metode Sensus
(Pencacahan Total)
Pencacahan total merupakan suatu
cara menghitung secara langsung semua individu di suatu tempat yang dihuni
spesies yang diselidiki. Metode ini biasanya digunakan pada berbagai spesies
mamalia berukuran tubuh besar dan mudah tampak dalam habitatnya, misal gajah di
semak belukar. Pencacahan total juga dapat dilakukan pada berbagai jenis hewan
yang berukuran kecil, misal kelelawar dengan mencacah individu yang keluar
masuk dari lubang tempat tinggalnya. Dapat juga dilakukan pada jenis hewan
invertebrate sesil dengan ukuran tubuh yang tidak terlalu kecil, misalnya
teritip (Balanus sp). Pengukuran Kelimpahan Absolut : Metoda-metoda Pencuplikan
Metode pencuplikan (sampling method) merupakan metode yang menggunakan
pencacahan, namun dilakukan terhadap individu-individu dari cuplikan-cuplikan
(samples) yang masing-masing merupakan suatu proporsi kecil dari populasi yang
diperiksa. Sensus adalah pencacahan
atau kegiatan pengumpulan data atau informasi pada seluruh individu yang
bertempat tinggal di suatu wilayah administratif tertentu. Kendala : dana, tenaga.
Dalam Metode Sensus terbagi atat
beberapa metode diantaranya :
A.
Metode
Mark/Recapture
Metode statistik
Mark/Recapture dibagi mejadi
2 kategori :
Metode Mark/Recapture untuk populasi
tertutup dan populasi terbuka.
(Kursus ini kita akan lebih konsentrasi dalam metode untuk populasi terbuka).
Jika
kita berencana menggunakan sampling jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu, misal mirip dengan waktu yang digunakan untuk sensus Komodo)
untuk mendapat perkiraan populasi, akan menjadi seperti menggunakan metode
Mark/Recapture untuk populasi tertutup. Populasi
tertutup adalah sebuah populasi satwa yang tertutup dari faktor
tambahan (kelahiran dan imigrasi) dan faktor pengurangan (kematian dan
emigrasi). Jadi populasi dianggap konstan selama waktu penelitian. Unsur
pembatas populasi tertutup :
1. Pembatas Geografis : Populasi
tertutup oleh pembatas fisik sehingga satwa tidak berpindah keluar area dimana populasi tersebut terperangkap
2. Pembatas Demografis : Tertutup dari
faktor kelahiran, imigrasi, kematian dan
emigrasi.
B.
Metode
Lincoln-Petersen
Sejauh
ini metode termudah untuk penaksiran ukuran populasi adalah Metode
Lincoln-Petersen. Laplace tercatat dan dianggap sebagai orang pertama yang
menggunakan metode ini pada abad ke-16, dimana terdapat 2 hal yang umum
digunakan yaitu pada penelitian ikan dan hidupan liar. Bagi para nelayan teknik
ini dikenal sebagai “Metode Petersen” mengacu pada saran C.G.J.
Petersen
tahun 1896. Semetara peneliti hidupan liar cenderung mengarah ke “Index
Lincoln” mengacu pada penggunaannya oleh F.C. Lincoln dalam usahanya untuk
menaksir kelimpahan burung air di amerika utara pada tahun 1930-an. Pengguna
ketiga adalah C.H.N Jackson (1933) dalam studinya tentang lalat Tse-Tse di
Afrika. Metode ini hanya membutuhkan 2 periode census, melibatkan inisial
Penanda dari Individu (M) dimana m diperoleh dari n binatang yang ditangkap pada
penangkapan kedua. Jika populasi tertutup (yaitu tidak adanya penambahan atau
pengurangan seperti Imigrasi, Emigrasi, mortalitas, dll.) maka secara intuisi
hal ini dapat diperkirakan bahwa pengacakan satwa tertandai dalam populasi
(M/N) dapat ditaksir dengan proporsi dari satwa yang ditandai pada pengambilan
sampel kedua yaitu :
Untuk
alasan statistik, kita memodifikasi formula ini agar dapat mengurangi bias yang
berhubungan dengan sampling dan penggunaan formula Petersen yang dimodifikasi
(digabungkan dengan DG Chapman oleh Seber, 1982)
C.
Schnabel
Estimator (k-sampel Closed-Pop’n model).
Schnabel
1938, Metode ini berkembang dari metode Lincoln-Petersen, menjadi rangkaian
sampel-sampel, dimana terdapat sampel no 2,3,4,…, dst. Individu-individu
tertangkap dalam masing-masing sampel merupakan individu yang diperiksa
penandanya, lalu ditandai dan dilepaskan. Hanya penanda tipe single yang
digunakan, karena kita hanya perlu membedakan 2 tipe dari individu, yaitu : Ditandai (ditangkap dalam satu atau
lebih sampel utama) dan yang tidak
ditandai (tidak pernah ditangkap sebelumnya). Dibawah ini adalah
keterangan dari masing masing sampel t :
Ct
= jumlah total dari individu-individu yang ditangkap dalam sampel t
Mt
= jumlah individu-individu yang telah ditandai ketika ditangkap dalam sampel t
Rt
= jumlah satwa yang ditandai dalam populasi, sebelum pengambilan sampel
dilakukan.
Schnabel
memperlakukan perkalian sampel-sampel sebagai seri dari sampel Lincoln-Petersen
(L-P) dan didapatkan estimasi populasi sebagai rata-rata kasar (Weighted
Average) dari Penaksiran L-P :
2.
Metode Sampling
Metode cuplikan (Sampling) Biasanya para peneliti
harus puas dengan hanya menghitung proporsi kecil populasi dan hanya
mempergunakan cuplikan (=”sampel”) ini untuk memperkirakan seluruh populasi.
Ada beberapa metode
sampling yang biasa dipelajari, yaitu :
a)
Metode Plot
(Berpetak) Suatu metode yang berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat)
ataupun lingkaran. Biasanya digunakan untuk sampling tumbuhan darat, hewan
sessile (menetap) atau bergerak lambat seperti hewan tanah dan hewan yang
meliang. Untuk sampling tumbuhan terdapat dua cara penerapan metode plot,yaitu
:
·
Metode Petak
Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang mewakili suatu areal
hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan dar penambahan luas petak
tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih 5 % atau 10 %.
·
Metode Petak
Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak
contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik). Ukuran
berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis. Perbandingan
panjang dan lebar petak 2 : 1 merupakan alternatif terbaik daripada bentuk
lain.
b)
Metode Transek
(Jalur). Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode plot kurang praktis.
Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :
·
Line Intercept
(Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai
pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m.
Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen
yang panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan,
penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada
segmen-segmen tersebut.
·
Belt Transect,
yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut
keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis topografi
dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng
pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m dengan jarak antar transek 200 – 1000 m
(tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan yang luasnya
10.000 ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya 1.000 Ha atau
kurang intensitasnya 10%.
·
Strip Sensus,
yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja penerapannya ekologi
vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan sepanjang garis
transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut.
Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan).
c)
Metode Kuadran
pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi
bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui
komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Ada dua macam metode yang
umum digunakan :
·
Point-quarter,
yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan
disepanjanggaris transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan
secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari
arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada
masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas
penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu
diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran.
·
Wandering-quarter,
yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan menetapkan titik
sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas ditentukan satu kuadran
(sudut 90°) yang berpusat pada titik awal tersebut dan membelah garis transek
dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas
penutupan dan jarak satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran (Soegianto,
1994). Penarikan contoh sampling dengan metode-metode diatas umumnya digunakan
pada penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif.
3.
Metode Tangkap
dan Tangkap Lagi
Catch and release atau
tangkap dan lepas adalah salah satu metode konservasi perikanan yang di
terapkan di dalam olah raga memancing. Sejak diperkenalkan di Amerika tahun
1952 silam, cara ini telah menjadi pro dan kontra sampai sekarang. Tulisan ini
dibuat untuk memberikan pengetahuan yang jernih dan memadai tentang catch and
release, bukan “perdebatannya” Catch
and release adalah salah satu aplikasi dalam konservasi perikanan yang biasa
dipakai para pemancing. Setelah ikan tertangkap, maka mata kail di lepas dari
mulut ikan tanpa memindah keluar dari air dan akhirnya ikan di lepas kembali
kea lam. Karena ikan dilepas kembali, maka dihindari ikan diganco, terlalu lama
di udara, atau terluka selama proses pengambilan mata kail di mulut ikan.
Sejarah Catch and
Release Di Inggris, metode ini sudah di mulai sejak lama pada awal abad ini,
tetapi sekarang sudah menjadi semacam konvensi atau undang-undang tidak
tertulis, bahwa memancing, terutama ikan salmon dan trout selalu di lepas lagi
ke alam. Di Amerika, metode tangkap lepas merupakan bagian dari manajemen di
Negara bagian Michigan sejak tahun 1952.
Karena perekonomian disini lebih baik, maka olah raga memancing hanya
untuk kesenangan, bukan untuk “MENGERUK” ikan sebanyak-banyaknya seperti di Negara
berkembang. Metode ini sangat dipatuhi oleh mania di Amerika , karena
kesinambungan ikan di sungai-sungai tetap ada, maka hobi memancing tetap ada
dan terjaga. Di Australia, metode ini
berkembang di mulai sekitar tahun 1960an. Praktek tangkap dan lepas mulai di
praktekkan secara luas sekitar awal tahun 1980an. Beberapa ikan yang mulai
langka seperti Murray Cod, Australian Bass bahkan Marlin juga mulai menjadi
target tangkap lepas bila terpancing.
Di Irlandia, metode
tangkap lepas sejak tahun 2003 mulai dilakukan dalam satu bagian konservasi
untuk melepas lagi ikan salmon dan trout ke alam bila terpancing. Sejumlah ikan
bahkan wajib di lepas lagi kea lam bila berhasil di pancing. Cara ini bahkan menjadi undang-undang di
Negara tersebut. Demikian juga di Kanada, beberapa jenis ikan memang harus di
release lagi kealam bila tersangkut kail para pemancing di sana. Metode tangkap lepas yang benar Ke
efektifitasan metode ini adalah menghindari akses dari pertarungan dengan ikan
dan waktu handling yang terlalu lama. Menghindari rusaknya sirip dan sisik ikan
karena tersangkut jaring (bisa menderita jamur saat di lepas lagi kea lam,
sehingga justru dapat menulari ikan-ikan yang lain di alam) dan menghindari
kerusakan insang karena tekhnik handling yang salah. Penggunaan mata kail yang
tanpa “BARB” merupakan aspek yang penting bila ingin menerapkan metode tangkap
dan lepas pada ikan hasil pancingan kita. Kail tanpa barb mengurangi luka dan
waktu penanganan menjadi lebih singkat. Sehingga menaikkan tingkat “Survive” ke
lolosan ikan yang tertangkap. Ikan yang berhasil di tangkap dengan mata kail
tanpa barb lebih mudah di lepas tanpa memindahkan ikan dari air dan mata kail
lebih mudah di lepas dengan menggunakan tang.
Mata kail tanpa barb dapat dibeli khusus memang desainnya tanpa barb,
atau dapat memodifikasi matail dengan barb, dengan cara menghilangkan barb
dengan tang. Beberapa aspek yang harus di perhatikan dalam melaksanakan metode
tangkap dan lepas yaitu:
·
Gunakan
peralatan yang kuat untuk meminimalkan waktu bertarung dengan ikan.
·
Gunakan tang
penjepit untuk melepaskan kail dari mulut ikan.
·
Gunakan mata
kail tanpa barb supaya lebih cepat mata kail dari mulut ikan.
·
Biarkan ikan di
air selama proses melepas mata kail di mulut ikan sebelum melepas kembali
kealam.
Jika memang harus di
pindah ke darat karena akan di foto atau memang kesulitan melepas mata kail
sehingga di tarik ke darat, maka aspek yang perlu di perhatikan adalah:
1.
Hindari
penggunaan jarring saat akan mendaratkan ikan, kecuali jala yang di peruntukkan
khusus dalam metode tangkap dan lepas. Biasanya jaring yang berbahan lembut
sehingga tidak merusak sisik ikan.
2.
Hindari
meletakkan ikan di tempat-tempat yang keras atau di duga dapat merusak sisik
ikan.
3.
Hindari memegang
ikan dengan tangan yang memakai sarung tangan yang kasar.
4.
Hindari memegang
bagian mulut, insang dan gigi saat memegang ikan.
5.
minimalkan waktu
handling 20-30 detik, karena kalau kelamaan ikan dapat mati.
Tingkat survive dengan
metode ini sangat bervariasi tergantung jenis ikannya. Sejumlah penelitian
ilmiah menunjukkan bahwa tingkat survive ikan mencapai 95%-97% pada metode
memancing dengan menggunakan umpan tiruan (lure). Ikan yang tertangkap menggunakan umpan tiruan
biasanya hanya tertancap secara bersih di sekitar mulut, sehingga meminimalkan
luka sebelum dilepas kembali kealam. Sedangkan umpan alami mempunyai tingkat
survive lebih rendah ( 70%-90%), karena beberapa umpan biasanya di telan sampai
ke tenggorokan, bahkan sampai usus bagian dalam. Studi lain menunjukkan bahwa
bahwa cara melepas mata kail yang menancap di dagu ikan (mulut bawah) dengan
cara memotong senar disekitar mata kail juga mempunyai tingkat survive yang
tinggi. Karena beberapa mata kail yang terbuat dari carbon dan nikel akan
berkarat dan hilang tergerus air, apalagi bagi ikan yang hidup di laut.
Catch and release di
laut dalam Ternyata penelitian juga mendapat fakta bahwa metode ini sangat
sulit dilakukan bagi pemancing laut dalam.
Hampir semua ikan di laut dalam biasanya terkena dampak perubahan
tekanan bila terpancing. Bayangkan dari dasar laut dalam sampai permukaan
terjadi perubahan tekanan tubuhnya secara mendadak. Tentu berakibat fatal bagi
ikan-ikan dasar ini. Secara fisiologi, ikan tidak dapat secara cepat beradaftasi
terhadapperubahan tekanan. Hal ini di sebut “Barotrauma”. Ikan yang terkena
barotraumas biasanya gelembung renangnya membengkak, bola mata membesar, dan
berakibat pada kematian. Jadi ikan dasar dari kedalaman 30-50 kaki yang
terpancing bila di lepas kembali kelaut, maka akan berakibat ikan tersebut
tidak dapat menyelam dan berenang, sehingga ikan ini akan langsung dihajar oleh
ikan predator lainnya, seperti ikan hiu dan barracuda. Jadi jika kondisi ikan seperti ini,
sebaiknya dibawa pulang saja, tidak usah dilakukan C n R. Tangkap dan lepas
hanya efektif bagi ikan-ikan pelagis ( ikan permukaan), seperti ikan Giant
travelly, tuna, wahoo, tenggiri, layaran atau marlin dan lain-lain. Sedangkan
ikan dasar seperti ikan kakap merah, kurisi, lencam, kerapu sebaiknya ddibawa
pulang saja atau tergantung kondisi ikan.
C n R Metode tangkap dan lepas ( C n R) ternyata mengundang debat dari
berbagai pihak. Karen dianggap tidak etis dan tidak bermoral karena membuat ikan
stress hanya untuk bersenang-senang. Setuju dengan C n R Beberapa orang yang setuju
pada metode ini mempunyai alasan bahwa ikan yang terkena mata kail di bagian
mulutnya hanya sugesti belaka, karena ikan juga sering kali memakan udang yang
bagian ujungnya (rostrum) berduri dan sering bagian mulutnya terkena duri ini,
demikian juga bila memakan ikan lainnya, akan terdapat duri di semua
sirip-siripnya sehingga ikan terbiasa tertusuk benda tajam dan bukan suatu
masalah. Ikan berlari menarik senar bukan karena merasa sakit, tetapi karena
harus lari karena adanya perlawanan dari hentakam joran dan tarikan senar.
C n R adalah suatu
metode konservasi, hal ini dilakukan untuk mencegah over fishing/over harvest
(panen berlebih) pada stok ikan dalam suatu pertumbuhan populasi manusia yang
berlebihan. Tekanan perikanan komersial, naiknya effektifitas peralatan dan
tekhnik memancing, undang-undang perikanan yang melemah, aksi pembiaran dari
pemerintah berwenang dan terkait, penegakan hukan yang payah serta penurunan
kualitas lingkungan.
4.
Pengukuran Nisbi
Karakteristik semua metode pengukuran kerapatan
nisbi adalah bahwa semuanya tergantung pada pengumpulan cuplikan yang mewakili
tetapan nisbi yang tidak diketahui hubungannya dengan besarnya populasi secara
keseluruhan. Jadi yang diperoleh hanya petunjuk kelimpahan yang kurang begitu
akurat. Sebenarnya banyak teknik perkiraan demikian itu, tetapan disini hanya
beberapa saja yang akan disajikan ialah :
a)
Jebakan,
Termasuk jebakan untuk tikus lapangan,jebakan cahaya untuk insekata yang
terbang malam, jebakan sumuran yang dipasang pada permukaan tannah untuk
menjebak kutu, atau hewan kecil lainnya, jebakan isap bagi insekta terbang,
serta jaring plankton. Hewan yang tertanggap tergantug tidak hanya kerapatan
populasi tetapi juga aktivitas hewan itu, kisaran gerakan, dan kemempuan si
pemasang jebakan, sehingga sebenarnya hanya akan dieroleh gambaran kasar
mengenai kelimpahan dengan teknik ini.
b)
Cacah butir
tinja. Jikalau diketahui cacah butiran tinja dan rerata laju peninjaan akan
diperoleh index besarnya populasi.
c)
Frekuensi
vokalisasi. Beberapa kali ayam hutan berbunyi seletiap 15 menit dapat
dipergunakan untuk index besarnya populasi ayam hutan
d)
Catatan kulit.
Cacah hewan yang ditangkap oleh pemburu atau penjebak dapat dipergunakan untuk
memperkirakan perubahan pada populasi mammalia catatan ada yang sampai 150
tahun yang lalu.
e)
Tangkapan per
satuan usaha penangkapan ikan, misalnya cacah ikan yang ditangkap selama 100
jam dengan pukat harimau. Jika diperbandingkan akan dapat dipergunakan untuk
memperkirakan kelimpahar ikan di suatu perairan
f)
Cacah artifak,
misalnya butir tanah pada "rumah" kepiting, pohon untuk sarang tupai,
bekas kepompong yang telah ditinggalkan insekta, dapat berguna untuk
memperkirakan cacah hewan bersangkutan.
g)
Kuesioner dapat
dikirimkan kepada penggemar berburu atau penjebak untuk mendapatkan perubahan
populasi hewan yang jadi objeknya.
h)
Frekuensi.
Persentase kuadrat yang dipergunakan dalam pengkajian suatu spesies khusus
dapat berguna untuk memperkirakan kelimpahan nisbi.
i)
Kapasitas makan.
Jumlah umpan yang diambil oleh tikus dapat dipergunakan untuk mengukur sebelum
dan sesudah peracunan untuk memperoleh perubahan kerapatan.
j)
Penghitungan di
jalanan. Cacah burung mangsa yang tampak waktu mengendarai mobil sejauh jarak
yang telah dibakukan dapat dipergunakan sebagai index kelimpahan.
Hasil metode pengukuran
kerapatan nisbi tersebut diatas perlu dipelajari dan di evaluasi secara
hati-hati. Hasil tersebut lebih merupakan pelengkap pada teknik langsung. Perlu
dipertimangkan 2 hal : pertama, bahwa informasi sensus yang akurat dan
terperinci hanya dapat diperoleh untuk beberapa jenis hewan. Dalam kebanyakan
kejadian harus puas dengan perkiraan kasar. Kedua, bahwa terdapat karya
penelitian yang hanya berkenaan dengan hewan yang “mudah “ ialah burung dan mamalia
DAFTAR PUSTAKA
Suin,nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi
Aksara : Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar