Jumat, 27 April 2012

Makalah Bakteriologi

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak disekitar kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat dengan kita pun juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan banyak hal lainnya. Maka dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup sering terjadi. Karena banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit tersebut karena terkadang gejala awal yang diberikan ada gelaja awal yang biasa saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala apa yang akan dberikannya.
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran pencernaan terganggu akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Tapi banyak masyarakat yang tidak peduli dengan penyakit yang ditimbulkan. Misalnya saja penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala awalnya ada kondisi perut yang tidak enak gejala awalnya cukup biasa tetapi jika terlalu didiamkan akan membuat kondisi itu menjadi akut dan fatal. Maka dari itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada saat ini.
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Patogenesis Bakteri Patogen?
2. Bagaimana Proses Bakteri Dalam Menimbulkan Penyakit ?
3. Apa Saja Contoh – contoh Patogenesis Dari Beberapa bakteri ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Definisi Patogenesis Pada Bakteri
2. Proses Bakteri Menimbulkan Penyakit
3. Contoh – contoh Patogenesis Dari Beberapa bakteri





BAB II
PEMBAHASAN


A. Definisi Patogenesis


Gbr. arsitektur suatu sel bakteri yang khas
Patogen adalah materi atau organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada inang misalnya bakteri. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran pencernaan, saluran respirasi, saluran urogenitalia. Sedangkan Patogenesis sendiri adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Salmonella spp.). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi.
Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi.
Mikroba patogen diketahui memasuki inang melalui organ-organ tubuh antara lain :
1) Saluran pernapasan, melalui hidung dan mulut yang dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan seperti salesma, pneumonia, tuberculosis.
2) Saluran pencernaan melalui mulut yang dapat menyebabkan penyakit tifus, para tifus, disesntri, dll.
3) Kulit dan selaput lendir. Adanya luka mesekipun kecil dapat memungkinkan mikroba seperti staphylicoccus yang menyebabkan bisul.
4) Saluran urogenital
5) Darah
B. Proses Bakteri Dalam Menimbulkan Penyakit
a. Jalan Masuk Mikroorganisme Ke Tubuh Inang
Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
• Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius. Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Penyakit yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar air.
• Saluran pencernaan
Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau minuman dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida( HCL ) dan enzim – enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbulkan penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.


Esherichia coli
• Kulit
Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan, gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.
• Rongga mulut
Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi komponen monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi selanjutnya merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak didominasi oleh Streptococcus dan anggota Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable terhadap saliva, maka asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan atau dinetralisasi dan secara perlahan akan melunakkan enamel gigi tepat plak tersebut melekat.
b. Kolonisasi
Tahap pertama dari infeksi mikroba adalah kolonisasi: pembentukan patogen di portal masuk yang tepat. Patogen biasanya menjajah jaringan inang yang berhubungan dengan lingkungan eksternal.
c. Kepatuhan spesifik Bakteri to Cell dan Jaringan Permukaan
Beberapa jenis pengamatan memberikan bukti tidak langsung untuk spesifisitas kepatuhan bakteri ke inang atau jaringan.
1. Tissue tropisme: bakteri tertentu diketahui memiliki preferensi yang jelas untuk jaringan tertentu atas orang lain.
2. Spesifisitas Spesies: bakteri patogen tertentu hanya menginfeksi spesies tertentu.
3. Genetik kekhususan dalam suatu spesies: strain tertentu atau ras dalam suatu spesies secara genetik kebal terhadap pathogen.
d. Mekanisme Kepatuhan to Cell atau Jaringan Permukaan
Mekanisme untuk kepatuhan mungkin melibatkan dua langkah:
1. Nonspesifik kepatuhan : lampiran reversibel bakteri untuk eukariotik permukaan (kadang-kadang disebut" docking)
2. kepatuhan Tertentu: lampiran permanen reversibel mikroorganisme ke permukaan (kadang-kadang disebut "penahan").
Situasi umum adalah bahwa lampiran lampiran reversibel mendahului ireversibel tetapi dalam beberapa kasus, situasi sebaliknya terjadi atau kepatuhan tertentu mungkin tidak akan pernah terjadi.
Kepatuhan nonspesifik melibatkan pasukan menarik spesifik yang memungkinkan pendekatan bakteri ke permukaan sel eukariotik. Kemungkinan interaksi dan pasukan yang terlibat adalah:
1) Interaksi hidrofobik
2) Atraksi elektrostatik
3) Atom dan molekul getaran yang dihasilkan dari dipol berfluktuasi frekuensi yang sama
4) Brown
5) Perekrutan dan menyaring oleh polimer biofilm berinteraksi dengan glycocalyx bakteri (kapsul)
Faktor yang mendasari Mekanisme Patogenisitas Bakteri adalah sebagai berikut :
1. Invasiveness adalah kemampuan untuk menyerang jaringan. Ini meliputi mekanisme untuk kolonisasi (kepatuhan dan multiplikasi awal), produksi zat ekstraselular yang memfasilitasi invasi (invasins) dan kemampuan untuk memotong atau mengatasi mekanisme pertahanan inang.
2. Toxigenesis adalah kemampuan bakteri untuk menghasilkan racun. Bakteri dapat menghasilkan dua jenis racun disebut exotoxins dan endotoksin.
a. Exotoxins adalah racun yang dilepaskan dari sel bakteri dan dapat bertindak di bagian jaringan yang menghapus situs pertumbuhan bakteri.
b. Endotoksin dapat dilepaskan dari pertumbuhan sel-sel bakteri hasil dari pertahanan inang efektif (misalnya lisozim) atau kegiatan antibiotik tertentu.
e. Kerentanan Inang
Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik (antibodi). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel-sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibodi memerlukan waktu beberapa minggu. bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi bakteri patogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, di mana limfosit helper CD4+ secara progresif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi (HIV). Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur, defisiensi, dan genetik. Sistem pertahanan (baik spesifik maupun nonspesifik) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri patogen. Beberapa individu memiliki kelainan genetik dalam sistem pertahanan.
Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau rusak (terluka). Abnormalitas fungsi silia sel pernafasan mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam tubuh melalui plastik. Oleh karena itu, prosedur pengantian plastik kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam (72 jam untuk kateter intravena).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika sistem imun dan fagosit inang turut bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotik, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke organ nonsasaran (dapat mengganggu fungsi organ tersebut), kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah (meningkatkan resistensi), dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi-antibiotik.
C. Contoh patogenesis bakteri patogen
a. Bakteri pada Saluran Pencernaan
saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu penyebabnya adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran pencernaan. Maka dari itu akan diperkenalkan bakteri-bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan.
1. Escherichia coli
a) Ciri-ciri:
• Berbentuk batang
• Bakteri gram negatif
• Tidak memiliki spora
• Memiliki pili
• Anaerobik fakultatif
• Suhu optimum 370C
• Flagella peritrikus
• Dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas
• Patogenik, menyebabkan infeksi saluran kemih
b) Habitat
Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan manusia tepatnya di saluran gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah hangat. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat. Total bakteri ini sekitar 0,1% dari total bakteri dalam saluran usus dewasa.

c) Virulensi dan Infeksi
Penyebab diare dan Gastroenteritis (suatu peradangan pada saluran usus). Infeksi melalui konsumsi air atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat menghancurkan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan dan dapat memasuki aliran darah dan berpindah ke ginjal dan hati. Menyebabkan perdarahan pada usus, yang dapat mematikan anak-anak dan orang tua. E. coli dapat menyebar ke makanan melalui konsumsi makanan dengan tangan kotor, khususnya setelah menggunakan kamar mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah mencuci tangan dengan sabun.
d) Patogenesis
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki mekanisme penularan yang berbeda-beda. Contohnya :
• Coli Enteropatogenik (EPEC)
E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat. Pada usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.
• Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.









Gambar 2. Patogenesis Escherichia coli
e) penularan
Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti :
- makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
- Tidak mencuci tangan dengna bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.
2. Salmonella sp.
1) Ciri-ciri:
• Batang gram negatif
• Terdapat tunggal
• Tidak berkapsul
• Tidak membentuk spora
• Peritrikus
• Aerobik, anaerobik fakultatif
• Patogenik, menyebabkan gastroenteritis




Gambar 5. Salmonella sp.
b) Habitat
Terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika terkontaminasi melalui kulit,akan tumbuh dan berkembang pada saluran pencernaan manusia.

c) Infeksi
Masuk ke tubuh orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan bakteri salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan bakteri salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.

d) Patogenesis
– Menghasilkan toksin LT.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan infiltrasi sel-sel radang.


e) Penularan
Melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit perut yang mendadak. Jadi, melalui kontar makanan yang terjangkit atau terkontaminasi bakteri.
3. Clostridium perfringens
a) Ciri-ciri:
• Batang gram positif
• Terdapat tunggal, barpasangan, dan dalam rantai
• Berkapsul
• Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik
• Anaerobik
• Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan disertai gelembung gas dan keluarnya nanah)




Gambar 9. Clostridium perfringens
Spesies bakteri ini dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada toksin-toksin yang secara antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora akan menghasilkan eksotoksin yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.
b) Habitat
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia, hewan peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah, endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
c) Infeksi dan virulensi
Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens . Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien.
Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C. perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
Keracunan perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama (misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara, dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.

d) Patogenesis
• Menghasilkan toksin LT
• Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yang mengakibatkan bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus.
• Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat dan menyebabkan diare.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain yang khusus.



Gambar 10. Patogenesis Clostridium perfringens
e) Penularan
Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak.

b. Bakteri Patogen Saluran Urogenital
1. Treponema pallidum


a) Karakteristik
mikroorganisme ini halus, berpilin ketat dengan ujung meruncing dan terdiri dari 6 sampai 14 spiral; berukuran lebar 0,25 sampai 0,3 um dan panjang 6 sampat 15 um. Organisme ini dapat dikenali paling jelas pada suatu spesimen klinis yang berasal dari luka sifilitik stadium primer dan sekunder dibawah mikroskop medan gelap ; ini jelas terlihat dari bentuk spiral dan pergerakannya yang seperti putaran pembuka sumbat.
Treponema pallidum mempunyai membran luar, atau selongsong yang disebut periplas yang melingkungi komponen-komponen dalam sel (keseluruhannya disebut silinder protoplasma). Suatu filamen aksial, yang terdiri dari tiga sampai enam fibril, terletak diantara periplas dan silinder protoplasma.
T. pallidum yang virulen belum berhasil di biakkan secara in vitro. Galur-galur T.pallidum yang non virulen (tidak patogenik), seperti galur Reiter dan Noguchi, telah berhasil dibiakkan invitro dan menjadi sumber antigen untuk uji-uji diagnostik laboratoris.

b) Patogenitas
Sifilis disebabkan oleh bakteri yang disebut spiroketa. Penyebarannya tidak seluas gonorea, tetapi lebih menakutkan karena kerusakan yang mungkin ditimbulkannya lebih besar. Seperti gonorea, penyakit ini disebarkan melalui kontak langsung dengan luka-luka pada orang yang ada pada stadium menular. Spiroketa, seperti gonokokus, adalah mikrobe yang tidak tahan berada di luar tubuh manusia, sehingga kemungkinan tertulari dari benda mati sangat kecil.
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh sewaktu terjadi hubungan kelamin melalui luka-luka goresan yang amat kecil pada epitel, dengan cara menembus selaput lendir yang utuh ataupun mungkin melalui kulit yang utuh lewat kantung rambut. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari (rata-rata 21 hari) setelah infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa stadium penyakit.
Sifilis berjangkit secara alamiah hanya pada manusia dan terutama ditularkan lewat hubungan kelamin atau dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya (sifilis bawaan atau sebelum lahir) lewat ari-ari. Pada kasus yang tidak diobati 25% di antara janin meninggal meninggal sebelum lahir 25-30% meninggal segera setela dilahirkan yang lain menunjukkan gejala komplikasi lanjut (misalnya menjadi tuli).Sejumlah besar treponema dalarn darah dan jaringan musnah selama sifilis sekunder. Penisilin adalah adalah antibiotik yang dipilih untuk pengobatan sifilis.



c) Diagnosa
Diagnosa sifilis biasanya dapat ditentukan dari gabungan informasi mengenai gejala, sejarah eksposi, dan uji darah yang positif atau dengan pemeriksaan mikroskop medan gelap.
Hasil positif pengamatan luka dengan mikroskop medan gelap (untuk sifat morfologis dan pergerakan spiroketa) adalah cara satu-satunya untuk membuat diagnosis sifilis primer yang pasti. Untuk sifilis sekunder juga, diagnosis yang pasti bergantung kepada pemeriksaan dengan mikroskop medan gelap terhadap eksudat dari luka basah pada kulit dan bukan pada mulut. (Rongga mulut mungkin banyak mengandung spiroketa yang bukan penyebab sifilis). Uji-uji serologis sifilis reaktif atau dapat diandalkan pada stadium kedua penyakit ini.
d) Epidimologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang dilaporkan bertambah setiap tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae, jumlah sifilis dini (kasus primer, sekunder dan laten dini) yang dilaporkan tidak merupakan indikasi insiden yang sebenamya, karena kebanyakan kasus tidak dilaporkan.
e) Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan kondom sangat efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah melalui pengendalian yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum kelahiran) yang semestinya.




2. Leptospira interoogans




a) Klasifikasi
Kingdom : Monera
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Order : Spirochaetales
Family : Leptospiraceae
Genus : Leptospira
Species : Leptospira interoogans

b) Karakteristik
Ciri-ciri bakteri Leptospira antara lain berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar selama satu bulan, bersifat patogen dan saprofitik. Spesies Leptospira yang mampu menyebabkan penyakit (patogen) bagi manusia adalah Leptospira interrogans.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi menjadi puluhan serogrup dan terbagi lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat ini, Leptospira interrogans yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200 serovar. Jasad renik ini biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui air kencing (urin) saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi berbagai serovar leptospira. Akan tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk ke air laut, selokan, dan air kemih manusia.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Resevoar paling utama adalah binatang pengerat dan tikus adalah yang paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia. Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus, binatang buas dan kucing.

c) Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan paling sering melalui binatang tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui: permukaan kulit yang terluka, selaput lender mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia. Urine tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat yang aman.
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus.
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal akan melakukan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal biasanya disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer, ikterus terjadi karena disfunsi hepatocellular. Leptospira juga dapat menginvasi otot skletal menyebabkan edema, vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal. Muscular Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat “disseminated vasculitic syndrome” akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Gangguan paru adalah meknisme sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular interstitial yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi humor akuos mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali mengakibatkan uveitus kronis dan berulang. Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tettapi lebih sering terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan “secondary end-organ injury”.

d) Gejala
Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang asimtomatis (tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita yang terpapar infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan. serologi positif.
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masa inkubasi berlangsung selama 7-12 hari, disusul fase leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu Like Syndrome) berupa demam, menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis, pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat gejala paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian setelah fase ini, pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala hilang) selama 2 hari. Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk ke dalam fase imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama 4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya demam tidak setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama. Pada fase ini dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome. Gejalanya adalah leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan jantung, paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni. Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul ikterus, disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit, kencing warna gelap, hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase, serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.

e) Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui sejauh mana gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.


1. Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh
penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan tubuh yang palih baik untuk diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urin sejak gejala awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke-3. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk ditemukan isolasi kuman sangat pendek
2. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi penemuan kuman leptospira. Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu diantaranya dalam hal referensi laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk melengkapi identifikasi tersebut.
3. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Tetapi, konfirmasi diagnosis ini lambat karena serum akut diambil saat 1-2 minggu setelah gejala awal timbul dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test(MAT).
4. Metoda laboratorium cepat dapat merupakan diagnosis yang cukup baik. Titer MAT tunggal sebesar 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap bila dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
f) Pengobatan
Pengobatan awal memegang peranan penting; penggunaan pencilin dan streptomisin dianjurkan. Pengobatan tidak berguna bila terjadi kerusakan pada ginjal. Streptomisin pada dosis yang tinggi dapat mencegah “carrier”.
g) Pencegahan
Bila leptospirosis merupakan wabah maka pencegahan utama yang dilakukan adalah pengendalian tikus dan pencemaran air. Leptospira dapat bertahan dalam air yang bersifat basa selama beberapa hari, namun hanya dapat bertahan dalam sampah selama 12 jam; mikroorganisme ini sangat peka terhadap kering dan panas.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Perlindungan yang ditimbulkan kira-kira satu tahun.



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang
2. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran pencernaan, saluran respirasi, saluran urogenitalia. Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
3. Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki mekanisme penularan yang berbeda-beda. Contohnya Coli Enteropatogenik (EPEC). E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat. Pada usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.
B. Saran
Bakteri makhluk kecil yang jarang kita sadari keberadaanya. Maka jika terjangkit salah satu penyakit dari bakteri kita jangan meremehkan gejala awal yang dialami karena umumnya gejala awalnya sangat biasa. Karena jika diremehkan bisa saja menjadi akut. Harus mengikuti tahap-tahap pencegahan yaitu dengan menjaga kebersihan diri.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2009. Jenis dan patogenesis Mikroorganisme penyebab diare.
www.scribd.com. (diakses tanggal 21 April 2012, Pkl. 13.00)
Pelczar Jr, Michael J. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi jilid 2 terjemahan. Jakarta : Universitas Indonesia.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2074655-patogenesis/ http://wanenoor.blogspot.com/2011/06/pengertian-patogenesis.html












0 komentar:

Posting Komentar