Tahun lalu
peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bekerja sama dengan peneliti
asing melakukan ekspedisi ke kawasan Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara. Salah
satu peneliti LIPI yang bergabung dalam ekspedisi itu adalah Rosichon
Ubaidillah. Sementara peneliti asing yang ikut adalah Lynn S. Kimsey dari
University of California Amerika Serikat dan Michael Ohl dari Museum for
Naturkunde Jerman. Dalam ekspedisi Mekongga itu, para peneliti menemukan
spesies baru, yaitu spesies lebah raksasa yang diberi nama Latin Megalara garuda.
Perbandingan
Megalara garuda dengan lebah biasa. Ilustrasi dari DailyMail.Co.Uk
Megalara garuda
merupakan lebah raksasa dengan ciri khas rahang besar dan lebih panjang dari
kaki depannya sehingga area antara mata dan rahang bawahnya begitu besar. Megalara
garuda memiliki ukuran tubuh tiga kali lebih besar dibanding lebah biasa.
Karena ukuran tubuh dan ukuran rahang yang besar itu, serangga ini diberi nama
genus Megalara yang merupakan gabungan dari kata “Mega” dan “Dalara”. Dalara
merupakan nama genus yang mempunyai ciri paling mirip dengan lebah raksasa ini.
Selain itu, Megalara garuda mempunyai rambut pendek halus yang
berwarna hitam.
Karena belum ditemukan dalam
keadaan hidup, penelitian lanjut masih diperlukan. Namun para peneliti
memperkirakan rahang besar milik Megalara garuda berguna untuk
reproduksi dan untuk mempertahankan diri dari predator. Karena ukuran spesies
jantan lebih besar dari ukuran spesies betina, rahang besar milik Megalara
garuda diperkirakan berguna untuk memegang spesies betina ketika
reproduksi. Dengan ukuran yang besar, Megalara garuda bisa menyerang
dan membunuh mangsa dengan sengatannya.
Pada tanggal 25 Agustus 2011,
penemuan Megalara garuda dipublikasikan di Daily Mail. Dalam artikel
berjudul “Waspzilla! The fearsome flying beast discovered in the
jungle with jaws longer than its front legs” itu, Lynn S. Kimsey
pertama kali mengungkapkan akan memberi nama spesies “garuda” sesuai lambang
negara Indonesia. Bulan lalu, tepatnya tanggal 23 Maret 2012, Daily Mail
kembali mempublikasikan artikel tentang Megalara garuda. Pada hari
yang sama, jurnal Zookeys merilis publikasi dengan judul “Megalara garuda, a new genus and species of larrine wasps
from Indonesia (Larrinae, Crabronidae, Hymenoptera)”.
Setelah diamati, ternyata ada
kejanggalan dalam publikasi-publikasi Megalara garuda itu. Dalam dua
artikel Daily Mail tersebut, Lynn S. Kimsey disebutkan sebagai penemu spesies
baru, sementara nama Michael Ohl dan Rosichon Ubaidillah tidak disebutkan.
Dalam jurnal resmi Zookeys, nama peneliti yang disebutkan adalah Lynn S. Kimsey
dan Michael Ohl, sementara nama peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah, kembali
tidak disebutkan. Sebagai peneliti serangga parasitoid, Rosichon Ubaidillah
merasa kecewa karena namanya tidak dicantumkan dalam jurnal ilmiah tersebut.
Rosichon Ubaidillah menjelaskan
bahwa penelitian tentang Megalara garuda ini merupakan kerja sama
antara LIPI dengan peneliti asing. Sesuai MoU (Memorandum of Understanding)
yang sudah disusun, kerja sama ini mencakup penelitian dan publikasi. Selain
itu, dalam etika kerja sama penelitian, pencantuman nama peneliti dalam jurnal
internasional tidak bisa diabaikan begitu saja. Selain karena kapasitas dan
peran aktifnya dalam penelitian ini, Rosichon Ubaidillah juga berperan besar
dalam pemberian nama spesies “garuda”.
Rosichon Ubaidillah sudah
menyurati pihak penanggung jawab kerja sama penelitian di University of
California. Lynn S. Kimsey kemudian meminta maaf atas tidak dicantumkannya nama
peneliti LIPI. Lynn S. Kimsey juga menjelaskan awalnya ia mencantumkan nama
peneliti LIPI namun ia menemui masalah karena tidak ada peneliti Indonesia yang
memiliki spesifikasi di bidang stinging wasps (lebah penyengat). Namun hal itu
dibantah Rosichon Ubaidillah, menurutnya dialah peneliti Indonesia yang
berpengalaman di bidang serangga, khususnya lebah.
Tidak hanya kecewa dengan tidak
dicantumkannya nama peneliti LIPI, pihak LIPI juga menyayangkan sikap Lynn S.
Kimsey yang belum mengembalikan spesimen Megalara garuda. Saat ini spesimen
langka tersebut masih berada di University of California. Mari kita tunggu
kedua pihak untuk duduk bersama dan menyelesaikan permasalahan ini. Di lain
pihak, orang Indonesia bisa berbangga karena nama
“garuda” kini digunakan sebagai nama Latin lebah raksasa ini.
0 komentar:
Posting Komentar